Mengapa
ledakan M. Syarif terjadi di Cirebon
kemarin? Kejadian ini menghantui saya untuk memikirkan terus-menerus, atas
dasar apa hal itu harus terjadi. Sebuah media buletin jum’at memberi tahu saya
bahwa karena hal yang kompleks melatarbelakangi anomali sosial ini. Walaupun
banyak hal yang sudah diperbincangkan tentang latar belakang kasus ini, antara
lain bahwa pelaku bom bunuh diri ini menyimpan dendam pribadi, atas nama jihad
fi sabilillah, M.Syarif putus asa karena telah membunuh anggota TNI, karena
terlibat kasus pengrusakan Indomaret, dan sebagainya. Hal yang paling menarik
bagi saya adalah hipotesis sebab yang terakhir.
Indomaret
sebagai salah satu waralaba tersukses di Indonesia , menurut saya sendiri,
merupakan hal yang baru dan belum tersentuh kritik. Karena indomaret sangat
populer dan dalam waktu hitungan bulan perkembangannya sangat pesat, entah dari
mana asalnya tiba-tiba saja semua orang teringat indomaret ketika harus membeli
barang kebutuhan sehari-hari dari minyak goreng, pulsa HP, pun sampai terasi.
Harga sangat bersaing, untuk pesaing sekelas Giant atau Carefour, dan bahkan
kadang lebih murah daripada pasar tradisional. Pelayanan sangat ramah, bersih,
ruangannya dingin, semua pelayannya senyum, barang yang dijual mutunya bagus, dan
standar semua indomaret nasional sama. Semua itu membuat orang sulit melupakan,
dan akan selalu berpikir kembali lagi untuk berbelanja di kota manapun dia berada.
Dibalik
semua kebaikan dan keunggulan indomaret di jaman persaingan bisnis yang semakin
ketat ini. Dari perspektif konsumen, saya harus berterimakasih kepada indomaret
yang telah sangat memudahkan dan memuaskan, sehingga memacu pedagang lain
berlomba-lomba agar lebih baik. Walaupun dari perspektif pedagang bermodal
kecil dan dengan daya dukung sumber daya manusia yang kurang, hal ini dianggap
tidak adil serta merupakan contoh sistim liberalisasi ekonomi yang kurang
memberdayakan. Sudah pernah diberitakan sekumpulan pedagang tradisional yang
berdemo dan protes akan didirikannya indomaret dekat dengan lapaknya di daerah.
Nah…
kembali kepada bomber bunuh diri M. Syarif yang konon katanya pernah
diperkarakan karena merusak indomaret, atau alfamaret saya lupa. Gara-garanya
toko waralaba itu menjual minuman keras, sehingga menjadikan M. Syarif
mengamuk. Saya tidak menyetujui maupun mendukung tindakan M. Syarif, namun mari
kita lihat perspektif dia. Dosa apa yang membuat indomaret sangat dia benci?
Walaupun pertanyaan ini hanya mungkin dijawab oleh Tuhan dan dia sendiri, namun
kita coba kira-kira dan renungkan.
Saya
akan cerita pengalaman saya dulu yang sulit hilang dari ingatan. Suatu pagi
sekitar pukul sembilan, saya belanja ke indomaret Jl. A. Yani Banyuwangi.
Sewaktu akan membayar belanjaan, didepan saya seorang pelajar SMA sedang
membayar belanjaannya. Dan saya terkejut ketika tahu bahwa yang dibeli adalah
minuman keras, mungkin mereknya vodka, botolnya bening isinya berwarna hijau
terang. Astagfirulloh, batin saya marah lalu saya lihat dia baik-baik dari
wajah ke ujung kaki. Mukanya kusut-lusuh sekusut dan selusuh baju seragam
putih-biru mudanya, matanya sayu seolah tidak ada cita-cita, tas slempangnya
entah berisi atau tidak ada apa-apa karena sangat tipis dan lusuh, sepatunya,
sepeda motornya saya amati satu-persatu. Naudzubillah mudah-mudahan anak
turunan saya tidak ada yang seperti itu. Saya kemudian jadi memikirkan perasaan
orang-tuanya yang mencukupi kebutuhannya sehari-hari, jika hari itu tahu
anaknya bolos pada jam belajar dan membeli minuman keras.
Minuman yang
dibeli harganya mungkin belasan atau puluhan ribu rupiah saja, sehingga sangat
terjangkau. Dan belinya tidak perlu diseleksi, karena yang penting bagi penjual
adalah barang dagangannya segera laku dijual dan perputarannya cepat. Sehingga display minuman keras di indomaret juga
ditaruh rak depan dengan warna yang bermacam-macam, menarik hati. Sepertinya juga begitu di
indomaret-indomaret yang lainnya, seharusnya ini tidak boleh terjadi.
Indomaret kini
menjadi ikon belanja mudah dan murah di mana saja hingga penjuru daerah. Tua
dan muda mengenalnya, bahkan anak-anak akan diam ketika rewel kemudian
syaratnya dijanjikan belanja di indomaret. Akan berbahaya sekali ketika belanja
mudah dan murah ini juga berlaku untuk minuman keras. Saya sebagai muslim dan
dokter sangat tidak setuju hal ini dibiarkan, tentu bukan hanya saya saja,
banyak masyarakat lain dan juga mungkin sebagian pendapat ini diamini oleh M.
Syarif. Undang-undangnya entah sudah mengatur atau belum, yang jelas kenyataan
yang terjadi seperti itu. Sudah saatnya perdagangan minuman keras di indomaret diatur
dengan tegas, sebelum ketidaksetujuan
berubah menjadi kebencian.
(Sebelumnya saya minta maaf kepada semua pihak yang mungkin tersinggung. Sekali lagi bukan saya mendukung sikap anarki, bahkan itu juga sikap berlebihan dalam agama yang harus diluruskan. Hanya saja ini saya tulis untuk bahan renungan kita semua)
(Sebelumnya saya minta maaf kepada semua pihak yang mungkin tersinggung. Sekali lagi bukan saya mendukung sikap anarki, bahkan itu juga sikap berlebihan dalam agama yang harus diluruskan. Hanya saja ini saya tulis untuk bahan renungan kita semua)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar