Selasa, 18 September 2012

Pemeliharaan Kesehatan Setelah Serangan Jantung


Pemeliharaan Kesehatan Setelah Serangan Jantung

Jantung bisa diibaratkan karet ban, karena sifatnya yang elastis, semakin banyak diisi oleh darah semakin banyak juga darah yang dikeluarkannya. Jantung merupakan sebuah pompa yang tidak pernah berhenti bekerja sepanjang hidup kita. Anda bisa lakukan percobaan dengan mengepalkan lalu membuka tangan anda sendiri – sendiri, 60 kali permenit, lakukan dalam waktu satu jam saja. Capek kan ?  Jantung berdenyut seperti tangan anda mengepal dan membuka minimal 60 kali permenit seumur hidup, bahkan saat anda tidur. Jika anda berumur 20 tahun, minimal jantung sudah berdenyut 20 tahun x 365 hari x 24 jam x 60 menit x 60 kali, kira – kira 630,72 juta kali. Bisa dibanyangkan kapasitas kerja yang harus dipunyai jantung, itupun kalau terjadi stress fisik dan mental jantung berdenyut 2 kali bahkan sampai 3 kali lebih cepat.
Penyakit jantung koroner adalah sumbatan suplai “jatah hidup” bagi otot jantung sehingga mengalami kematian otot, yang kemudian jantung menjadi lemah dan rapuh. Beban kerja yang begitu besar dan nonstop ini, harus diikuti kecukupan jatah hidupnya berupa energi dan oksigen. Bisa dibayangkan kalau otot jantung ini adalah pekerja tambang batu bara yang ada di kedalaman 50 meter dibawah tanah, tiba – tiba tidak di beri jatah makanannya dan lubang tanahnya tertutup. Pasti akan segera panik, pingsan lalu mati. Penyakit jantung koroner juga seperti itu, saat terjadi gejala nyeri dada yang awal dan khas ini ibarat pekerja tambang yang panik karena jatah hidupnya berkurang, ini dinamakan angina pectoris. Jika tidak segera ditolong dalam 20 menit otot jantung ini akan mengalami proses iskemi, atau mirip pekerja tambang yang pingsan. Jika diberi obat – obatan dan tindakan medis yang hanya tersedia di rumah sakit tertentu, untuk melancarkan jatah hidupnya, otot jantung yang pingsan ini bisa hidup lagi. Namun jika dibiarkan tidak mendapatkan penanganan beberapa otot jantung yang saluran jatah hidupnya tersumbat akan mati, dinamakan infark miokard.
Kolesterol atau lemak jahat lah sebagai tersangka penyumbat paling utama untuk penyakit pembuluh darah koroner. Pada saat muncul gejala angina, sebenarnya sudah lebih dari 60 persen luas permukaan lubang pembuluh darah jantung (lumen koroner) yang tersumbat oleh plak lemak. Plak ini bisa dibayangkan seperti kotoran sisa makanan yang lengket di bagian dalam pipa tempat cuci piring di rumah tangga. Sehingga apabila seseorang di usia 50 tahun terkena serangan jantung, sudah sebagian besar pembuluh darah jantungnya yang tersumbat. Dikatakan di literatur sudah dimulai proses penumpukan lemak itu sejak umur 20 tahun.
Proses jejas endotel (kerusakan bagian dalam pembuluh darah jantung) terjadi secara progresif bisa terjadi karena seseorang mempunyai enam faktor resiko utama, yaitu : 1. Jenis kelamin laki – laki, 2. Riwayat keluarga sakit jantung, 3. Kencing manis / diabetes, 4. Tekanan darah tinggi / hipertensi, 5. Lemak darah tinggi / hiperlipidemia, 6. Merokok. Faktor resiko pertama dan kedua tidak bisa dirubah, namun yang lainnya bisa diperbaiki oleh perubahan pola hidup dan obat – obatan.
Cardiac continuum, adalah hipotesa bahwa setelah seseorang mempunyai faktor resiko untuk terkena penyakit jantung, kemudian terkena infark miokardium / kematian otot jantung, lalu jantung akan melemah daya pompanya dan mengalami komplikasi ganguan irama. Kemudian jantung yang lemah ini akan membesar / membengkak karena harus bekerja lebih keras akibat ada kelemahan di satu bagian, bagian jantung yang lain harus mengkompensasinya. Setelah jantung membengkak inilah semakin beresiko terjadi infark ataupun ganguan irama jantung.  Sementara waktu ketika diobati jantung mengalami perbaikan, tapi biasanya selalu ada bagian lain yang terkena infark lagi. Kemudian semakin melemah daya pompanya dan tidak karuan iramanya, lalu berlanjut terus sampai terjadi gagal jantung yang memberat dan kematian. Disebut lingkaran setan yang membuat frustasi dan semakin sulit diobati.
Bagaimana agar putus rantai sakit jantung yang berlanjut ini ? Hal inilah yang sering ditekan – tekankan dokter yaitu untuk mengendalikan faktor resiko. Semua faktor resiko yang bisa diperbaiki yang membuat seseorang terkena sakit jantung koroner adalah hal yang harus diperhatikan lebih ketat setelah terkena serangan jantung. Pola hidup sebelumnya yatu merokok, diit yang menyebabkan diabetes, hipertensi dan hiperlipidemia, kurang olahraga, adalah target perubahan untuk memutus siklus perburukan sakit jantung.
Justru kesulitan yang dialami setelah mengalami kejadian jejas endotel adalah hal yang paling mudah diucapkan oleh dokter tapi paling sulit dilaksanakan oleh pasien, tentang menyesuaikan pola hidup. Kebiasaan dan selera makan, aktivitas sehari - hari, manajemen stress dan hubungan interpersonal, penjagaan tekanan darah, kadar gula dan lemak dengan rutin mengkonsumsi obat – obatan yang diresepkan adalah pola hidup.
***
Setiap orang yang merokok sebenarnya sudah tahu bahwa dia ada dalam ujung tanduk yang suatu saat mungkin akan mencelakakan, namun tidak kuasa jari dan mulutnya untuk tidak menyulut asap rokok. Mungkin perokok beralasan yang mengharuskan merokok karena setelah makan mulutnya terasa asam, atau tekanan stress yang rileks setelah menghisap nikotin. Tapi sebenarnya alasan yang utama dan sulit diatasi adalah bahwa telah sekian tahun terjadi secara spontan, dalam memori otaknya bahwa pilihan yang “logis” bagi tubuhnya adalah untuk selalu menyulut dan menghisap asap rokok. Ini menyebabkan pola hidupnya adalah merokok.
Sulitnya merubah pola hidup ini sama sulitnya dengan merubah adat. Karena pola hidup ini adalah pilihan yang selalu diambil tanpa berpikir sebelum sakit, oleh karena itu untuk merubah pola ini setelah sakit harus dibangun dengan membuat kebiasaan baru. Kebiasaan lama harus diilawan dengan kebiasaan baru, dan karena sakit harusnya sudah menjadi peringatan keras untuk merubah kebiasaan lama. Misalnya untuk merubah kebiasaan lama merokok, harus dipaksakan dirubah dengan kebiasaan tidak merokok dan menghindari lingkungan dengan asap rokok.
Perubahan kebiasaan makan, lebih sulit lagi. Karena dalam benak dan memorinya makanan halal, enak, sudah menjadi selera kok tidak boleh. Tapi dengan usaha keras, membiasakan kebiasaan baru yang lebih baik, lakukan minimal selama 21 hari berturut – turut, maka akan menjadikan kebiasaan baru. Menurut Dr. Maxwell Maltz, dalam bukunya “Psycho-Cybernetics”, kebiasaan dibangun dari melakukan sesuatu yang sama secara berulang-ulang dan hampir setiap hari. Artinya, kita harus melakukan perbuatan itu berulang kali secara konsisten, sampai otak kita merekam pesan bahwa hal tersebut adalah kebiasaan kita. Saat otak sudah merekam, maka secara otomatis otak akan “mengingatkan” kita untuk melakukan hal tersebut jika sudah waktunya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar